Berlarutnya penanganan kabut asap di Sumatera Selatan, mengingatkan saya pada omongan keponakan ketika di Palembang saat Lebaran. “Mang, bagi daerah, musibah itu kadang jadi berkah. Maka selama ini banyak musibah yang ‘dipelihara’. Makin besar musibah atau bencana yang menimpah daerah, kian banyak dana penanggulangan mengucur ke daerah tersebut”, tegasnya.
Semula saya menganggap omongan tersebut tak lebih dari “gosip kaki lima”, tak jelas fakta dan sumbernya. Apalagi kala itu (Lebaran), kabut asap belum mengkhawatirkan wargaPalembang. Udara Kota Mpek-mpek masih seperti terlihat pada hasil jepretan penulis berikut ini.
Dua bulan kemudian, ketika asap menyebar ke segala arah dan para pejabat daerah masih “adem ayem” saja, fikiran jadi berubah. Saya mulai setuju dengan pendapat keponakan, meski masih dugaan? Apalagi setelah kenyataan, pengusutan terhadap pembakar hutan baru bergema setelah Presiden Jokowi meninjau dan memerintahkan Kapolri agar turun tangan. Sejak itu baru banyak yang ditangkap, termasuk pemilik perusahaan yang selama ini terkenal sakti mandraguna.
Dengan demikian, meski asap sudah reda karena musim penghujan telah tiba, tapi pengusutan terhadap pihak yang bertanggung jawab tidak boleh jeda. Polisi harus mengusut tuntas semua pihak yang bertanggung jawab terhadap kasus yang telah menelan korban jiwa tersebut, termasuk menyelidiki kemungkinan adanya pembiaran oleh pejabat sehingga musibah sulit dikendalikan.