“Tiga jenis binatang ini jangan dipelihara, yaitu: malas, minder, dan sombong”. Demikian nasehat Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), Jero Wacik kepada para sarjana baru Universitas Esa Unggul, di Hotel Pullman, Central Park, Jakarta Barat, awal Oktober lalu. Nasehat yang disampaikan Wacik dalam orasi ilmiah itu perlu menjadi pegangan bagi generasi muda yang sedang bersiap memasuki dunia kerja.
Malas, memang menjadi penghambat utama kemajuan. Seperti dikatakan Ketua DPR, Marzuki Alie , malas bisa menjadi penyebab kemiskinan (view). Orang malas itu biasanya selalu menunda pekerjaan sehingga kehilangan kesempatan, makanya orang malas sering tersingkir dari pergaulan dan pekerjaan.
Bicara tentang malas, saya teringat pada petuah A.M. Hoeta Soehoet, dosen dan mantan bos saya di Sekolah Tinggi Publisistik dulu. Hoeta Soehoet sangat benci pada orang malas. “Kalau orang bodoh bisa dididik menjadi pintar, tapi orang malas tidak mungkin bisa menjadi apapun”, ujarnya.
Minder, membuat orang sulit maju karena selalu “kalah sebelum bertanding”. Orang minder selalu menganggap dirinya terlalu rendah dan mengira orang lain luar biasa hebat. Dia menganggap apa yang ada pada dirinya dan apa yang akan dilakukannya bernilai rendah, sehingga tak mungkin diperhitungkan oleh orang lain. Padahal setiap orang pasti ada kelebihan sekaligus kelemahan, maka penting untuk mengoptimalkan kelebihan dan memperbaiki kekurangan (view).
Mengenai hal ini saya teringat pengalaman ketika dites untuk mengajar di sebuah perguruan tinggi ternama di kawasan Karawaci Tangerang. Sebelum tes saya mendapat informasi dari teman, bahwa perguruan tinggi tersebut: 1) paling mengutamakan lulusan luar negeri, 2) mensyaratkan penguasaan bahasa Inggris yang fasih, dan 3) paling mengutamakan pemeluk agama tertentu. Ketiga hal tersebut tidak ada pada saya, sehingga wajar kalau membuat saya jadi minder. Tapi saya yakin bisa diterima, karena tahu mereka membutuhkan dosen untuk bidang yang sangat saya kuasai, Jurnalistik.
Saya dites oleh tiga orang, semuanya menggunakan bahasa Inggris. Setiap pertanyaan saya jawab dalam bahasa Indonesia. Ketika pertanyaan menyangkut bidang jurnalistik, saya jawab panjang lebar: sejarah, perkembangan, hukum dan etika, kasus-kasus, hingga persoalan yang melingkupi dunia jurnalistik sekarang. Saya melihat wajah mereka puas dan saya diterima!
Sombong, biasanya karena menghargai diri terlalu tinggi dan menganggap rendah orang lain. Orang sombong tidak disukai semua orang, termasuk oleh orang sombong lainnya. Contohnya, kekalahan Fauzi Bowo dalam Pemilihan Umum Kepala Daerah (Pemilukada) DKI Jakarta karena sombong (view).
Orang sombong biasanya karena mendapat anugerah dari Tuhan, misalnya cakep, pintar, kaya dan atau memiliki jabatan. Dia menganggap, apa yang dimiliki sekarang akan abadi, padahal orang cakep dan pintar bisa sekejap menjadi jelek dan idiot hanya karena kecelakaan kecil. Begitu juga kekayaan dan jabatan, bisa lenyap tiba-tiba karena bencana atau perubahan situasi politik.